Istambul (ANTARA News) - Para pemimpin Asia dan Timur Tengah yang menghadiri KTT keamanan di Istambul, Turki, Selasa, mengecam serangan brutal Israel terhadap konvoi kapal misi kemanusiaan. Tuan rumah, Turki, memperingatkan Israel bahwa negara Zionis tersebut akan "diisolasi" di kawasan.

Para delegasi dari 22 negara anggota Forum Keamanan Asia (CICA) yang menghadiri pertemuan Istambul itu mendukung pernyataan keras terhadap serangan membabi-buta atas kapal misi "flotilla" itu.

Dalam serangan pasukan komando AL Israel terhadap Kapal "Mavi Marmara" yang ikut dalam misi kemanusiaan bagi rakyat Palestina di Gaza pada 31 Mei lalu itu, sembilan orang warga Turki tewas.

Serangan yang turut melukai dua orang relawan pro-Palestina asal Indonesia itu terjadi di perairan internasional.

Di antara para pemimpin dunia yang menghadiri pertemuan keamanan di Istambul itu adalah Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Syria Bashar al-Assad dan Presiden Afghanistan Hamid Karzai.

Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin dan Presiden Palestina Mahmud Abbas juga hadir.

Para pemimpin Asia dan Timur Tengah ini menyampaikan "keprihatinan mendalam dan kutukan mereka terhadap aksi-aksi" brutal pasukan Israel.

Mereka pun mencela pelanggaran nyata Israel terhadap hukum internasional.

Para delegasi yang hadir mengatakan, mereka "sangat menyayangkan" pembunuhan sembilan orang pegiat kemanusiaan Turki dan mendukung PBB membentuk komisi internasional untuk menyelidiki insiden 31 Mei itu.

"Ini merupakan manifestasi nyata bagaimana Israel mengisolasi dirinya," kata Presiden Turki, Abdullah Gul, kepada wartawan.

Aksi serangan membabi-buta Zionis Israel terhadap konvoi kapal misi kemanusiaan untuk Gaza itu tidak hanya menuai kecaman dunia tetapi juga memicu krisis hubungan bilateral Turki-Israel.

"Tidak mungkin kami memaafkan penumpahan darah," kata Gul yang memimpin langsung konferensi yang membahas masalah interaksi dan langkah pembentukan kepercayaan di Asia (CICA) itu.

Bagi Turki, hubungannya dengan negara Zionis itu hanya dapat sedikit diperbaiki kalau Tel Aviv melakukannya dengan cara yang dapat diterima, katanya.

"Kalau tidak, tak mungkin Turki melupakan (insiden) itu," kata Presiden Gul.

Menyusul insiden berdarah 31 Mei itu, Turki menarik duta besarnya dari Tel Aviv.

Kadang-kadang aspek yang paling penting dari suatu subjek tidak segera jelas. Jauhkan membaca untuk mendapatkan gambaran yang lengkap.

Istambul juga menurunkan kerja sama ekonomi dan pertahanan bilateralnya dengan Tel Aviv ke "tingkat minimal".

Presiden Vladimir Putin mengatakan, Rusia akan mengangkat isu kontroversial tentang siapa yang akan menyelidiki serangan brutal Israel itu di forum PBB.

Putin mencela serangan Israel itu dan menyebutnya sebagai pelanggaran nyata hukum internasional.

"Kami tidak bisa membiarkan bara baru menyala di Timur Tengah ... kami akan mengangkat isu ini di PBB. Kami sedang mengupayakannya," kata Putin dalam pernyataan persnya.

Bagi Turki, normalisasi hubungan bilateralnya dengan Israel sulit dilakukan kalau Tel Aviv tidak mau menerima investigasi internasional.

Dalam hal ini, Israel menolak investigasi internasional atas insiden 31 Mei itu.

Sebaliknya, Tel Aviv, Selasa, mengungkapkan garis besar rencana investigasinya terhadap serangan tentaranya ke Kapal "Mavi Marmara" yang membuat murka Turki itu.

Amerika Serikat sebagai sekutu terdekat Israel justru mendukung seruan Sekjen PBB Ban Ki-moon tentang penyelidikan internasional atas insiden tersebut.

Menurut Presiden Gul, kecaman terhadap Israel itu merupakan "kesimpulan pemimpin" pertemuan CICA karena deklarasi bersama resmi memerlukan konsensus.

Konsensus itu tidak mungkin dicapai dengan keikutsertaan Israel, katanya.

Dalam pertemuan Istambul itu, Israel diwakili Duta Besarnya untuk Turki, Gabby Levy.

"Sebagian besar" delegasi juga menyerukan agar kawasan Timur Tengah bebas senjata nuklir. Seruan itu ditujukan kepada Israel yang diam-diam sejak lama memiliki senjata nuklir serta Iran yang dicurigai Barat sedang mengembangkan senjata pemusnah massal itu.

Forum CICA dibentuk pada 2002 atas usul Kazakhstan untuk mendukung upaya mewujudkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Asia.

Dengan diterimanya Irak dan Vietnam pada pertemuan Selasa, CICA kini beranggotakan 22 negara.

Di antara negara-negara anggota forum pertemuan keamanan ini memiliki sejarah permusuhan, seperti Afghanistan, Pakistan, Iran, Israel, dan Palestina.

Negara-negara anggota lainnya adalah Azerbaijan, China, Mesir, India, Yordania, Kazakhstan, Kirgistan, Mongolia, Korea Selatan, Rusia, Tajikistan, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab dan Uzbekistan.(R013/S008)